·
Prasangka
Pengertian prasangka
Prasangka ditujukan
bila anggota dari satu kelompok yang disebut “kelompok dalam” memperlihatkan
sikap dan tingkah laku negatif dari kelompok lain yang disebut “kelompok luar”
Prasangka adalah
penilaian dari satu kelompok atau individu yang terutama didasarkan pada
keanggotaan kelompok. Efek dari prasangka adalah merusak dan menciptakan jarak
yang luas. Sering dikatakan bahwa prasangka adalah sikap sementara diskriminasi
adalah satu tindakan. Prasangka dipengaruhi oleh pilihan tentang kebijakan
public. Prasangka memiliki sumbangan terhadap oposisi yang lebih besar terhadap
kegiatan pihak yang menyetujui.
Apakah stereotip dan
prasangka betul-betul berbeda? Stereotip adalah kognitif dan prasangka adalah
afektif. Meskipun dalam kenyataannya keduanya tercermin secara bersama-sama
baik kognitif maupun afektif.
Prasangka dapat menjadi
salah satu aspek distruktif tingkah laku sosial manusia, sering menghasilkan
kegiatan yang menyedihkan, mengerikan dari tindak kekerasan. Prasangka sosial
adalah gejala dari psikologi sosial.
·
Macam-macam
prasangka
Prasangka tidak
terbatas pada kelompok, ras, suku, Prasangka juga terdapat di antara kelompok
agama, partai, juga orang yang kegemukan menjadi target prasangka dan stereotip
yang negatif, bahkan lanjut usia juga diprasangkai sebagai orang yang tidak
mampu lagi secara fisik dan mental.
1.
Racism adalah prasangka ras yang menjadi
terlembagakan, yang tercermin dalam kebijakan pemerintah, sekolah, dan
sebagainya, dan dilakukan oleh hadirnya struktur kekuatan sosial.
2.
Sexism prasangka yang telah
terlembagakan menentang aggota dari salah satu jenis kelamin, berdasarkan pada
salah satu jenis kelamin.
3.
Ageism kecenderungan yang terlembagakan
terhadap diskriminasi berdasar pada usia, prasangka berdasar pada usia.
4.
Heterosexism keyakinan bahwa
heteroseksual adalah lebih baik atau lebih natural daripada homoseksuality.
Sherif menjelaskan
bahwa prasangka dimaksudkan sebagai suatu sikap yang tidak simpatik terhadap
kelompok luar. Hal ini ditunjukkan dalam jarak sosial yang merupakan suatu
posisi yang diberikan oleh para anggota kelompok yang berprasangka itu kepada
kelompok lain dalam persoalan simpati.
Semakin bertentangan
atau bermusuhan, bahkan saling membenci diantara dua kelompok, maka semakin
jauh jarak sosial (social distance). Apabila situasi semacam ini berlangsung
cukup lama, jarak sosial ini akan menjadi norma di dalam kelompok itu.
Penelitian menyatakan
bahwa prasangka dapat menjadi satu ciri kepribadian umum. Dalam prosesnya,
mereka menemukan bahwa orang berprasangka melawan kelompok lain cenderung
menjadi berprasangka semua kelompok.
Apakah ciri-ciri dari
kepribadian yang mudah berprasangka/ kepribadian authoritarian ditandai oleh :
teguh, hambatan, prasangka, dan terlalu menyederhanakan. Autoritarian juga
cenderung sangat etnosentrik, yaitu menempatkan kelompoknya sendiri pada pusat
perhatian, biasanya dengan menolak kelompok lain.
·
Terbentuknya Jarak Sosial
Pendapat lama menyatakan
bahwa jarak sosial itu terbentuk oleh karena adanya pertentangan kelompok atau
konflik kelompok yang berkembang dan ini tidak dapat dihindari karena
lingkungan budaya yang berbeda. Ada suatu kecenderungan pada anggota
suatu kelompok yang menilai kelompok lain dengan norma atau ukuran yang
terdapat didalam kelompok sendiri.
1.
Dari penelitian yang cukup lama,
terlihat bahwa jarak sosial yang muncul itu berasal dari kelompok mayoritas.
Norma jarak sosial dihembuskan dari kelompok yang dominan sesuai dengan status
dan sudut pandangnya.
2.
Disamping itu menurut pengamatan Allport
disimpulkan bahwa jarak sosial dalam suatu masyarakat hanya terdapat dalam
masyarakat yang heterogen yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok yang
memiliki fungsi dan interest yang berbeda-beda.
3.
Adanya rasa superioritas kelompok atau
keunggulan kelompok atas kelompok lain. Rasa superioritas bisa bersumber pada
agama, geografi, ras, warna kulit dan sebagainya. Anggota kelompok, disini
menganggap bahwa kelompok lain berada jauh dibawah kelompoknya.
·
Pembentukan dan Timbulnya Prasangka
Prasangka timbul dari
adanya norma sosial. Prasangka terhadap orang Negro sudah dimiliki oleh
anak-anak Amerika sejak tahun-tahun prasekolah. Anak menyadari bahwa ia telah
termasuk didalam kelompoknya, yaitu keluarganya dan meluas kepada bangsanya.
Keluarga sebagai tempat bergabung melarang anaknya untuk bergaul dengan orang
Negro karena menurut pendapatnya, orang Negro itu kotor, bodoh, dan
sebagainya. Larangan yang bersifat terus-menerus ini akhirnya berubah
menjadi norma pada anak dan norma inilah yang digunakan untuk menilai orang
lain.
Pada tahun 1935, Dodd
dalam penelitiannya menemukan bahwa jarak sosial yang terbesar terletak pada
kelompok keagamaan, sedangkan Pratho dan Melikan menemukan jarak sosial yang
terbesar pada kelompok kebangsaan, karena sentiment dan aktivitas kebangsaan
kuat sekali pada tahun 1935 itu.
Timbulnya prasangka
dapat diperkuat oleh keadaan politik. Individu atau kelompok yang diliputi prasangka
memiliki sikap serta pandangan yang tidak objektif dan wajar.
Gordon Allport (1958)
menyimpulkan adanya 2 sumber penting timbulnya prasangka. Prasangka pribadi
(personal prejudice) terjadi bila anggota dari kelompok sosial lain menerimanya
sebagai ancaman terhadap kepentingannya sendiri. Prasangka kelompok (groub
prejudice) terjadi bila seseorang sesuai dengan norma kelompok.
Ø Sebab-Sebab Timbulnya Prasangka
Orang tidak dengan
sendirinya berprasangka terhadap orang lain. Ada faktor-faktor tertentu yang
menyebabkan seseorang berprasangka.
1.
Orang berprasangka dalam rangka mencari
kambing hitam.
2.
Orang berprasangka karena memang sudah
dipersiapkan didalam lingkungan atau kelompok untuk berprasangka.
3.
Prasangka timbul karena adanya
perbedaan, dimana perbedaan menimbulkan perasaan superior.
4.
Prasangka timbul karena kesan yang
menyakitkan atau pengalaman yang tak menyenangkan.
Ø Usaha-Usaha Menghilangkan atau
Mengurangi Prasangka
Prasangka
1.
Usaha Preventif : berupa suatu usaha
yang ,mencegah agar orang atau kelompok tidak terkena prasangka. Menciptakan
suasana yang tenteram, damai, dan jauh dari rasa terkena prasangka. Menanamkan
sejak kecil perasaan menerima orang lain meskipun ada perbedaan. Perbedaan
bukan berarti pertentangan atau permusuhan. Memperpendek jarak sosial. Sehingga
tidak timbul prasangka.
2.
Usaha Kuratif : berupa usaha
menyembuhkan orang yang sudah terkena prasangka, berupa usaha menyadarkan.
Prasangak adalah hal yang merugikan dan tidak ada yang bersifat positif bagi
kehidupan bersama. Usaha-usaha ini dapat dilakukan oleh media masa terutama
Koran, tv, radio, dan lain-lain, serta dapat dilakukan oleh para pendidik,
orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, dan seba
Ø Diskriminasi
Pengertian Diskriminasi
Theodorson &
Theodorson (1979:115-116) mengartikan diskriminasi sebagai “perlakuan yang
tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,
biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan
ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial”.
Hak-hak asasi manusia
melarang adanya diskriminasi yang merendahkan martabat atau harga diri
komunitas tertentu[3],
dan bila dilanggar akan melahirkan pertentangan dan ketidakadilan di dalam
kehidupan manusia.
Karateristik lain yang
diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
·
Diskriminasi langsung, terjadi saat
hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu,
seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang
sama.
·
Diskriminasi tidak langsung, terjadi
saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di
lapangan.Diskriminasi ditempat kerja
1.
Suku,bangsa, ras dan gender
2.
Agama dan keyakinan
3.
Ideologi dan politik
4.
Adat dan Kesopanan
5.
Kesenjangan ekonomi
6.
Kesenjangan sosial
Ø Permasalahan
·
Diskriminasi Agama
Hubungan antara
kelompok agama menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Berulangnya model
kekerasan beragama dengan pola yang mirip, merupakan dampak dari tindakan
diskriminasi yang dilakukan negara terhadap kelompok agama minoritas. Bahkan,
kasus kekerasan beragama tidak lagi diselesaikan melalui kebijakan publik namun
menyerahkan sepenuhnya kepada elit politik lokal. dengan keterdiaman pemerintah
dan cenderung melokalkan penanganan kasus seperti ini ,mengakibatkan timbulnya
main hakim sendiri dari kalangan agama konservatif .
Fenomena kekerasan
beragama yang kerap terjadi di daerah menjadikan masyarakat kian permisif
terhadap berbagai aksi kekerasan yang dilakukan kelompok tertentu yang
mengatasnamakan agama. Sangat disayangkan bahwa pemerintah masih menganggap
kasus kekerasan beragama yang terjadi selama ini dalam batas normal.Sementara
dari kelompok agama yang melakukan aksi kekerasan melakukan pembenaran dengan
doktrin teologi. Bahaya besar apabila menganggap kekerasan agama yang terjadi
ini sebagai sesuatu yang normal .
Sepanjang 2010, aksi
kekerasan masih terjadi di seputar masalah pendirian rumah ibadah. Laporan CRCS
menemukan ada 39 rumah ibadah yang dipersoalkan, sebagian besar menyangkut
keberadaan gereja yang dipermasalahkan oleh sebagian umat muslim. Menariknya,
70% kasus terkonsentrasi di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Cukup
memprihatinkan, 17 kasus kekerasan fisik terjadi dalam persoalan rumah ibadah
tersebut. Sebagian dari konflik rumah ibadah berujung kekerasan. Kasus
persoalan rumah ibadah selama tahun 2010 meningkat dua kali lipat dibanding
tahun 2009 yang hanya ditemukan 18 kasus.
Persoalan izin
pendirian masjid menjadi pemicu utama munculnya kasus-kasus persoalan rumah
ibadah. Sebanyak 24 kasus mengandung unsur belum adaya izin rumah ibadah,
sedangkan 4 kasus menyangkut rumah ibadah yang telah memiliki izin, tetapi
tetap saja dipersoalkan. “Kenyataannya masalah seputar rumah ibadah tidak saja menyangkut
kerukunan beragama, tapi juga kebebasan beragama,” katanya.
·
Diskriminasi Ras dan Etnis
Adanya perbedaan ras
atau etnis tidak dengan sendirinya berarti terdapat perbedaan hak dan kewajiban
antar kelompok ras dan/atau etnis dalam masyarakat dan negara. Setiap warga
negara berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk mendapat hak-hak sipil,
politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan, tanpa membedakan ras dan etnis.
Berkaca pada sejarah
dengan kasus yang terjadi pada negara-negara maju ,yang dahulunya sebagai
pendatang yang memiliki kepentingan ,diskriminasi rasial dan Etnis terjadi pada
afrika dengan sistem apartheid yang dijalankan inggris, pengusiran Etnis Apache
di amerika dan merelokasi tanah ulayatnya ,serta etnis aborigin di Australia
yaitu dengan menempatkannya pada suatu daerah yang mengesampingkan sisi religio
magis dari tanah ulayatnya pula ,serta Myanmar dengan Rhohingnya dengan
pengusiran yang bermotif ekonomi dan SARA ,termasuk Indonesia dengan pembagian
aturan hukum dalam suatu golongan berdasarkan ras dan etnis yang diterapkan
penjajah belanda .Namun setelah indonesia merdeka ,diskriminasi terjadi oleh
pemerintah pada hak-hak masyarakat suku terpencil memperoleh pendidikan yang
layak dan diambilnya hak adat setempat akibat dari pengerukan sumber daya alam
,serta setengah hatinya program pembauran masyarakat tiong hoa ,karena masih
timbulnya kecurigaan akan mudahnya akses birokrasi etnis keturunan sehingga
mengakibatkan lolosnya warga negara asing keturunan memperoleh kartu identitas
.
·
Diskriminasi Gender
Adanya perbedaan antara
hak dan kewajiban lelaki dan perempuan dalam berbagai sektor .serta
dikesampingkannnya kodrat wanita dalam aturan konstitusi negara , dalam hal
cuti haid yang dipersoalkan ,Cuti melahirkan ada, namun justru menjadi
kerentanan perempuan untuk diPHK .Serta pembatasan usia masa kerja hanya dua
tahun ,karena dianggap sudah masuk usia perkawinan dan berkeluarga, sehingga
nanti hamil melahirkan yang menurut perusahaan justru menjadi tidak efisien.
beban keibuan, beban di dalam rumah tangga, apalagi kalau
suami-istri jobless kehilangan kerja yang akan sangat terasa juga
perempuan, beban mengurus kesehatan, membesarkan dan bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak.
Disatu pihak seakan-akan
kita diberi keterbukaan proses liberalisasi, dan persamaan hak dalam regulasi,
namun dalam konteks politiknya sebetulnya kita ditutup habis.Kebanyakan mereka
tidak memikirkan kesehatan pribadi. Perempuan lebih banyak peduli dan mengayomi
kepentingan banyak pihak. Hal ini seharusnya membuka mata pemerintah dan
masyarakat untuk lebih menghormati dan melindungi, karena perjuangannya akan
terhenti kalau dia celaka. Diharapkan pegiat pembela perempuan mampu bersikap
tegas dan proporsional.
·
Diskriminasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan manusia
sehari-hari, tidak jarang terdapat kasus-kasus diskriminasi yang dilakukan dan
dialami oleh orang-orang tertentu. Berikut contoh-contohnya:
Orang tua yang
melahirkan anak yang cacat, kemudian orang tua tersebut memperlakukan anaknya
yang cacat tersebut dengan cara yang berbeda dari anaknya yang lain yang tidak
mengalami cacat, atau bahkan menitipkannya kepada orang lain karena merasa
malu. Padahal bagaimanapun anak tersebut adalah titipan Tuhan, yang harus
dipertanggung jawabkan kelak.
Saat menjalani kegiatan
belajar mengajar di kelas, seorang guru lebih memperhatikan muridnya yang
pandai ketimbang murid lainnya yang biasa-biasa saja. Bahkan, ada juga guru
yang lebih memperhatikan murid perempuan ketimbang murid laki-laki. Padahal
semua murid memiliki hak dan kewajiban yang sama yang harus dipenuhi.
Ada juga kasus
diskriminasi di area parkir kendaraan. Terkadang ada saja tukang parkir yang
lebih memilih kendaraan-kendaraan yang bagus untuk ia parkirkan, ketimbang
kendaraan-kendaraan yang lebih jadul. Memang diskriminasi dapat terjadi dimana
saja.
Nih ada lagi kasusnya.
Di tempat perbelanjaan, terkadang ada petugas atau staff yang akan lebih dulu
melayani calon pembeli yang kelihatan “WAH” ketimbang melayani calon pembeli
yang berpenampilan biasa-biasa saja. Hmm, itu juga termasuk diskriminasi loh…
Contoh lain, ada di
rumah sakit. Penyakit bisa menyerang siapa saja, tidak memandang dia anak kecil
atau orang dewasa, bahkan kaya ataupun miskin. Ketika seseorang hendak berobat
ke rumah sakit, terlebih dahulu harus menyelesaikan urusan biaya berobat ke
bagian administrasi. Biasanya rumah sakit akan terlebih dahulu melayani pasien
yang memiliki biaya pengobatan ketimbang pasien yang tidak memiliki biaya rumah
sakit. Ketika hanya tersisa satu ruang perawatan, biasanya rumah sakit akan
memberikannya kepada orang yang memiliki biaya untuk perawatan, padahal orang
yang tidak memiliki biaya harus lebih dahulu mendapatkan perawatan. Alhasil
kejadian tersebut menyebabkan semakin memburuknya penyakit pasien bahkan
kematian bukan tidak mungin bisa terjadi, karena tidak segera mendapat
penanganan dari dokter. Sungguh miris…
Kalian tahu istilah
ODHA? Ya, ODHA singkatan dari “Orang Dengan HIV AIDS”. Penderita ODHA biasanya
tidak terlalu nampak gejalanya bila dilihat secara kasat mata. Tetapi, bila
ODHA sudah ketahuan bahwa dia menderita penyakit tersebut, biasanya orang
disekelilingnya akan menjauhinya, tidak terkecuali orang terdekatnya seperti
teman, sahabat, bahkan keluarga. Padahal, hanya dengan berdekatan dengan ODHA
tidak akan menularkan penyakit HIV AIDS tersebut, jadi tidak bijaksana jika
kita mendiskriminasi orang-orang yang menderita HIV AIDS.
Ø Cara meminimalisir Diskriminasi
·
Belajar untuk Tidak Membenci
Ada pandangan yang
mengatakan bahwa prasangka dibawa seseorang sejak lahir.Sedangkan pandangan
lain menegaskan bahwa sikap negatif tersebut diciptakan,bukan dibawa dari
lahir.Anak-anak memiliki prasangka dengan mempelajari dari orang tuanya serta
juga dari media massa.Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi prasangka
adalah dengan melarang orang tua atau orang dewasa lain untuk menurunkan sikap
negatifnya tersebut terhadap anak-anaknya.Namundalam prakteknya,hal ini
tidaklah sesederhana yang dibicarakan.Langkah pertama adalah dengan membantu
orang tua atau orang dewasa untuk menyadari prasangka yang dimilikinya,kemudian
dapat memotivasinya lebih jauh untuk tidak menularkannya pada
anak-anaknya.Prasangka yang dimiliki membuat seseorang hidup tidak cukup tenang
karena selalu ada perasaan was-was kalau-kalau ia berjumpa dengan outgrup yang
menjadi target prasangkanya.
·
Direct Intergroup Contact
Pettigrew (1981,1997
dalam Baron dalam Byrne,2003) menyatakan,bahwa prasangka yang terjadi
antarkelompok dapat dikurangi dengan cara meningkatkan intensitas kontak antara
kelompok yang berprasangka tersebut.Apa yang dijelaskannya ini terkenal sebagai
teori contact hypothesis.Dasar argumentasinya adalah bahwa:
pertama,meningkatnya kontak memungkinkan terjadi pemahaman yang lebih mendalam
mengenai kesamaan yang mungkin mereka miliki.Kedua,walaupun stereotip resisten
terhadap perubahan,namun stereotip dapat berubah jika ada sejumlah informasi
yang tidak konsisten atau bisa juga karena menemukan adanya sejumlah
pengecualian dalam stereotip yang dimilikinya.Ketiga,adalah bahwa meningkatnya
kontak dapat menjadi counter terhadap munculnya illusion of outgrup
homogeneity.
·
Rekategorisasi
Rekategorisasi adalah
melakukan perubahan batas antara ingrup dan outgrupnya.Sebagai akibatnya,bisa
saja seseorang yang sebelumnya dipandang sebagai outgrupnya,tetapi kemudian
menjadi ingrupnya.Rekategorisasi ini berpotensi untuk mengurangi prasangka yg
sebelumnya ada.Seperti yang diungkapkan Gaertner dan koleganya (1989,1993 dalam
Baron dan Byrne,2003) dalam teorinya mengenai Common in-grup identity
model.Teori ini menjelaskan bahwa jika individu dalam kelompok yang berbeda
melihat diri mereka sebagai anggota dari entitas sosial yang tunggal,maka
kontak positif akan meningkat dan intergrupbias akan berkurang.
·
Intervesi Kognitif
Kecenderungan untuk
melihat keanggotaan orang lain dalam berbagai kelompok sering menjadi kunci
penyebab munculnya prasangka.Oleh karena itu,ada sejumlah intervensi untuk
mengurangi dampak stereotip yang pada akhirnya dapat mengurangi kecenderungan
prasangka dan diskriminasi.Pertama,dampak dari stereotip dapat dikurangi dengan
memotivasi individu untuk tidak berprasangka.Kedua,melakukan sebuah intervensi
untuk mengurangi kecenderungan orang untuk berfikir stereotip.
·
Social Influence sebagai Cara Mengurangi
Prasangka
Kenyataan bahwa sikap
terhadap kelompok ras atau kelompok etnis tertentu bisa dipengaruhi oleh
lingkungan sosial,maka pengubahan sikap tersebut juga bisa dengan memanfaatkan
pengaruh sosial yang ada.Teori ini dapat memberikan arahan kepada kita mengenai
pendekatan intervensi yang dapat dikembangkan untuk mengubah sikap terhadap
kelompok/ras tertentu.
·
Coping Terhadap Prasangka
Sejumlah studi
menemukan banyaknya efek negatif yang ditemukan pada individu yang menjadi
target diskriminasi.Individual yang tergolong minoritas sering mendapatkan
pengalaman yang disebutnya sebagai ‘stereotype threat’ yaitu kesadaran
orang-orang minoritas bahwa ia akan dievaluasi berdasarkan status
minoritasnya.Kondisi semacam ini tentu saja dapat mengganggu berkembangnya rasa
percaya diri dalam berbagai setting sosial yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar