Teknologi saat ini memainkan peranan kunci di berbagai
bidang. Di daerah perkotaan seperti Jakarta bahkan sudah menjadi komponen vital
dalam laju ekonomi harian. Namun peran teknologi tak berhenti sampai di situ
saja, laju perkembangan yang ada menjadikan implementasinya jauh lebih luas.
Hal ini memicu pemerintah untuk terus memperluas pemerataan persebaran
broadband (pita lebar), karena konektivitas menjadi salah satu kunci utama
dalam adaptasi teknologi terbarukan.
Broadband di Indonesia kini tidak
hanya bisa dinikmati oleh masyarakat perkotaan saja, bahkan di desa yang dapat
dikategorikan pelosok, pinggiran dan tertinggal pun sudah tersentuh oleh
konektivitas broadband. Sebut saja tiga contoh desa yang akan menjadi objek
implementasi teknologi dalam program Solusi Desa Broadband Terpadu (SDBT),
yakni Desa Wonosari (Riau), Desa Panca Karsa (Gorontalo) dan Desa Tanah (NTT),
ketiganya dalam kategori 3T (tertinggal, terluar, dan terjauh), namun dari di
ketiga desa tersebut jaringan 3G sudah dapat digunakan dengan baik oleh
beberapa provider telekomunikasi.
Masalah konektivitas sudah bukan
isu lagi, lalu bagaimana sebuah solusi terpadu dapat memajukan desa tersebut
dengan memanfaatkan infrastruktur yang telah ada. Karakteristik masing-masing
desa menjadi penting untuk diperhatikan. Dimulai dari desa pertama, yakni Desa
Wonosari. Terletak di Kecamatan Bangkalis, Kabupaten Bengkalis Riau, selain
memiliki kualitas koneksi 3G baik, desa ini juga sudah mendapatkan aliran
listrik dari PLN.
Terlebih Desa Wonosari ini juga
menjadi piloting di
SDBT tahun sebelumnya (yang memfokuskan pada pembangunan infrastruktur
broadband). Desa ini terletak di pesisir, dan sebagian warga bermata
pencaharian sebagai nelayan. Pendekatan profesi ini yang seharusnya bisa
dimaksimalkan untuk mengembangkan sebuah inovasi digital. Masalah kesehatan,
keamanan dan keselamatan.
Selanjutnya Desa Panca Karsa.
Terletak di daerah pedalaman di provinsi Gorontalo, desa ini tergolong dalam
kategori desa tertinggal. Kendati letaknya terpencil, tower telekomunikasi
telah berhasil mengantarkan sinyal 3G ke daerah tersebut. Menjadi lebih
kompleks karena jika berbicara tentang mata pencaharian masyarakat masih banyak
yang bergantung pada sumber daya alam. Namun akses komunikasi yang mudah
seharusnya dapat menghadirkan skema baru dalam menyajikan kesempatan yang lebih
menjamin kehidupan ekonomi, termasuk untuk mempermudah ke akses kesehatan.
Profil desa selanjutnya adalah
Desa Tanah, terletak di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Daerah ini
terkategori dalam desa tertinggal dan perbatasan. Rata-rata penduduk bermata
pencaharian sebagai petani. Sama dengan dua desa sebelumnya, listrik dan
jaringan 3G sudah dapat diakses dengan baik oleh masyarakat di sana.
Ketiga desa yang akan dijadikan
objek pendampingan di program SDBT sudah memiliki infrastruktur kelistrikan dan
jaringan yang mumpuni. Artinya inovasi digital yang digulirkan dapat lebih
mudah diterapkan nantinya, yang terpenting harus tepat guna untuk menunjang
produktivitas masyarakat. Sudah ada ide untuk memberikan kemajuan di desa-desa
tersebut? Submisikan segera ide dan gagasan dalam bentuk video pendek ke laman
resmi SDBT:http://solusi.broadband-desa.go.id/.
SDBT sendiri merupakan sebuah
rangkaian program yang mengajak para inovator muda, terutama pengembang karya
digital, untuk berkreasi dan mengaplikasikan karyanya di sektor riil. Tak hanya
mengembangkan solusinya saja, namun para inovator muda turut ditantang untuk
terjun langsung mendampingi penerapan inovasi di desa-desa tertinggal yang akan
menjadi objek penelitian. Menjadi kesempatan berharga karena akan memberikan
pengalaman tak terlupakan kepada para inovator dalam menjadi generasi yang
turut memberikan sumbangsih untuk kesejahteraan bangsa.
Sumber
:
https://dailysocial.id/post/pemerataan-sebaran-broadband-dan-solusi-penanganan-desa-tertinggal